Rabu, 21 Maret 2012

Soft Drinks Ganggu Kesehatan Mental

Minum soft drink memang menyegarkan, apalagi soft drink dingin manis yang dinikmati usai beraktifitas. Namun tahukah anda jika soft drink manis (bukan diet coke) bisa memicu gangguan mental pada remaja? Dalam studi yang dilakukan pada remaja Oslo, Norwegia, menyatakan peminum soft drink manis cenderung memiliki gangguan mental seperti hiperaktif dan perasaan tertekan.
Riset yang melibatkan lebih dari 5.000 remaja Norwegia berusia 15 dan 16 tahun ini memperlihatkan hubungan jelas dan langsung antara konsumsi soft drink, hiperaktif, dan hubungan yang lebih rumit pada gangguan perilaku serta mental.
Mereka meneliti dan menanyai seberapa banyak soft drink bergula yang biasa konsumsi perharinya, dan kemudian meminta mereka menjawab daftar pertanyaan standard yang biasa digunakan untuk menilai kesehatan mental.
Dr. Lars Lien dan rekan dari Universitas Oslo mengatakan mereka yang tidak sarapan dan makan siang justru lebih sering mengkonsumsi soft drink. “Ada hubungan yang kuat antara mengkonsumsi soft drink dan gangguan kesehatan mental dikalangan murid kelas 10”, tulis laporan yang diterbitkan dalam American Journal of Public Health dan dilaporkan Reuters, Kamis (28/09/06).
Hubungan tersebut tetap penting, setelah penyesuaian sosial, gangguan perilaku dan yang berhubungan dengan makanan. Terlebih mayoritas siswa mengatakan mereka minum sekitar satu dan enam porsi soft drink per minggu.
Sementara mereka yang tak minum soft drink sama sekali lebih memiliki kesehatan yang lebih baik disbanding peminum soft drink, terlebih bagi mereka yang minum lebih dari enam porsi per minggu memiliki tingkat tertinggi.
Bagi perilaku hiperaktif, terdapat hubungan linear langsung – dimana makin banyak soda yang diminum seorang remaja, semakin hiperaktif prilaku yang ditunjukan.
Masalah terburuk terlihat pada remaja pria dan perempuan yang minum empat porsi atau lebih soft drink per hari. Sepuluh persen remaja laki-laki dan dua persen perempuan minum sebanyak itu.
Peneliti mengatakan kemungkinan bahan lain dalam soft drink, seperti kafein, yang diduga menjadi penyebab gejala-gejala tersebut, namun mereka tak memeriksa sumber lain gula pasir halus (refined sugar) dalam pola makanan remaja tersebut.
Namun mereka mengatakan banyak remaja terlalu banyak minum soft drink yang mengandung gula, padahal anjuran konsumsi di Norwegia adalah 10% dari total kalori per hari dari gula para peneliti mengatakan sedikitnya sepertiga remaja pria mengkonsumsi terlalu banyak dari makanan ringan saja.
“Satu langkah sederhana dan efektif untuk mengurangi konsumsi soft drink dalam kelompok usia ini ialah penghilangan mesin minuman ringan dari sekolah dan tempat umum lain tempat orang dewasa berkumpul”, ujar Lars Lien dan rekan.

Sumber : www.untukku.com/artikel-untukku/soft-drinks-ganggu-kesehatan-mental-untukku.html

Sabtu, 17 Maret 2012

Psikologi Kesehatan Mental

  • Definisi Kesehatan Mental
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaiyan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.

Istilah Kesehatan Mental sendiri diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. M. Jahoda, seorang pelopor gerakan kesehatan mental, memberi definisi kesehatan mental yang rinci. Dalam definisinya, “kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.”
Definisi dari Jahoda mengandung istilah-istilah yang pengertiannya perlu dipahami secara jelas yaitu penyesuaian diri yang aktif, stabilitas diri, penilaian nyata tentang kehidupan dan keadaan diri sendiri.
Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara-cara yang dipilih individu untuk mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang datang dari dalam maupun luar  diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi yang sehat mental adalah penyesuaian diri yang aktif dalam pengertian bahwa individu berperan aktif dalam pemilihan cara-cara pengolahan rangsang itu. Individu tidak seperti binatang atau tumbuhan hanya reaktif terhadap lingkungan. Dengan kata lain individu memiliki otonomi dalam menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan

  • Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kesehatan mental yakni :
a.       Biologis
Para ahli telah banyak melakukan studi tentang hubungan antara dimensi biologis dengan kesehatan mental. Berbagai penelitian itu telah memberikan kesimpulan yang meyakinkan bahwa faktor biologis memberikan kontribusi sangat besar bagi kesehatan mental. Karena itu, kesehatan manusia, khususnya disini adalah kesehatan mental, tentunya tidak terlepaskan dari dimensi biologis ini. Beberapa aspek biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental, diantaranya otak, sistem endokrin, genetik, sensori, kondisi ibu selama kehamilan.

b.      Psikologis
Notosoedirjo dan Ltipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan sistem  biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain  dalam kehidupan manusia.

c.       Sosial Budaya
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula menjadi stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental. Lingkungan sosial yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental yaitu stratifikasi sosial, interaksi sosial, keluarga, perubahan sosial, sosial budaya, dll.

d.      Lingkungan
Interaksi manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan manusia itu sendiri, dan sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat mengganggu kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan mentalnya.

  • Ciri- ciri sehat mental

1.      Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri.
2.      Menerima dirinya sendiri apa adanya.
3.      Mengaktualisasikan dirinya dengan baik.
4.      Memiliki cita-cita hidup dan ia merasa dirinya bertumbuh ke arah yang dia cita-citakan.
5.      Pribadi yang memiliki integritas, hidup sesuai apa yang ia katakan dengan perbuatannya.
6.      Memiliki otonomi pribadi, mampu menerima penolakan dari luar serta seorang yang memiliki komitmen hidup.
7.      Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita, termasuk melihat realita sebagaimana adanya.
8.      Tidak menyangkal hal-hal buruk yang terjadi di masa lalunya dan masa kini Terakhir.
9.      Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat dengan orang lain.

Daftar Pustaka :
Dr. Kartini Kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, Bandung: CV. Mandar Maju, 1989,
www.blogkesehatanmental.wordpress.com (diakses melalui Google pada 17-03-2012)
www.kumpulberita.com (diakses melalui Google pada 17-03-2012)