1.
Pendahuluan
Rational Emotive Therapy atau Teori
Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Albert
Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang
eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Terapi ini hakekatnya dibangun
berdasar atas ketidakpuasan Albert Ellis terhadap teori psikoanalisa serta
berdasar atas pemahamannya tentang teori behavioral.
Rational Emotive Therapy (RET) ini
merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian
Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis
menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive
Therapy.
2.
Konsep-konsep
utama
RET dibangun berdasar atas filosofi
bahwa “apa yang mengganggu jiwa manusia bukanlah peristiwa-peristiwa, tetapi
bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka terhadap peristiwa-peristiwa tersebut”.
Secara umum dikatakan bahwa anak-anak
dan juga binatang memiliki sejumlah keterbatasan emosi dan cenderung untuk
cepat emosi. Seiring dengan pertambahan usia, maka ketika anak-anak cukup mampu
menguasai bahasa secara efektif, mereka memperoleh kemampuan untuk mempertahankan
emosinya dan sedapat mungkin menjaga emosi-emosinya yang terganggu. RET tidak
memusatkan perhatian kepada peristiwa-peristiwa masa lalu, tetapi lebih kepada
peristiwa yang terjadi saat ini dan bagaimana reaksi terhadap peristiwa
tersebut. RET juga percaya bahwa setiap manusia mempunyai pilihan, mampu
mengontrol ide-idenya, sikap, perasaan, dan tindakan-tindakannya serta mampu
menyusun kehidupannya menurut kehendak atau pilihannya sendiri.
RET didasari asumsi bahwa manusia itu dilahirkan
dengan potensi rasional dan juga irasional. Seseorang berperilaku tertentu
karena ia percaya harus bertindak dalam cara itu. Sedangkan gangguan emosional
terletak pada keyakinan irasional. Dengan kata lain keyakinan irasional lah
yang menyebabkan gangguan emosional. Bila seseorang mereaksi sesuatu dengan
keyakinan irasional, maka ia akan memandang diri sendiri dan orang lain sebagai
jahat, kejam, atau mengerikan. Asumsi lainnya, bahwa berfikir dan emosi bukan
dua proses yang terpisah, tetapi dua hal yang saling tumpang tindih, dan dalam
prakteknya saling terkait.
Dalam teorinya, Albert Ellis juga
menyatakan bahwa secara alamiah setiap manusia adalah irasional, mengalahkan
dirinya sendiri, sehingga perlu pemikiran dengan cara-cara lain. Ia juga menyatakan
bahwa secara alamiah manusia dapat menjadi “helpful” dan “loving” sepanjang
mereka tidak dapat berfikir rasional. Dijelaskan pula tentang adanya siklus
tertentu dalam berfikir irasional, dimana ketika seseorang dikuasai pemikiran
irasional, maka pemikiran tersebut akan mengarahkan kepada kebencian diri.
Kebencian diri selanjutnya akan mengarahkan kepada perilaku merusak diri (self
destructive), dan kemudian secepatnya menumbuhkan kebencian kepada orang lain.
Kebencian terhadap orang lain, pada akhirnya menyebabkan orang lain mereaksi
secara irasional. Sedangkan adanya reaksi irasional orang lain, akan menjadikan
pemikiran rasionalnya semakin terpelihara.
Dalm pandangan RET, kecemasan bukanlah
irasional, tetapi sebagai ketidaktepatan perasaan (inaproproate feeling) yang
terbangun secara luas dari ide-ide rasional. Dijelaskan oleh Burk dan Stefflre
(1983) bahwa ketepatan perasaan umumnya berisi berbagai jenis perasaan yang
muncul ketika terjadi halangan terhadap kebutuhan, keinginan, atau
harapan-harapannya. Ketepatan emosi positif termasuk cinta, kebahagiaan,
kesenangan, dan rasa ingin tahu. Ketepatan emosi negative dapat berupa duka
cita, penyesalan, frustasi, gangguan, kejengkelan, tidak puas, dan sifat lekas
marah. Emosi negative disebut “sesuai” atau “tepat” karena selalu membantu
orang untuk merubah kondisi-kondisi yang dialami kearah yang lebih baik atau
lebih obyektif. Sedangkan ketidaktepatan emosi selalu berisi perasaan-perasaan
seperti tertekan, permusuhan, putus asa, kecemasan, dan perasaan-perasaan tidak
berharga. Disebut tidak tepat, karena secara normal tidak membantu manuia untuk
merubah kondisi-kondisi tersebut, tetapi seringkali membantu mereka pada
kondisi yang lebih buruk.
3.
Terapi
Rasional – Emotif dan Teori Kepribadian
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah
laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak,
tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah
penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk
menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada
kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran
manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan
sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa "gangguan emosi
pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak
logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik
terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri
kalah".
RET berhipotesis bahwa karena kita
tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan
yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut
berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita
tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita.
Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan
dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
4.
Tujuan
terapeutik
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan
yang digunakan dalam RET yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : "meminimalkan
pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh
filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik
adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah
dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami
oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri
atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada
dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah
irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir
rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses
belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan
membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan
rasional. Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
·
Memperbaiki dan mengubah segala perilaku
yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan dirinya.
·
Menghilangkan gangguan emosional yang
merusak.
·
Untuk membangun Self Interest, Self
Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment,
Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
5.
Teori
A-B-C tentang Kepibadian
RET dimulai dengan ABC:
A. Adalah
activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan
keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain
yang kita anggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan.
B. Adalah
beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan
merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
C. Adalah
consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan
emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang
bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru.
Pada dasarnya, kita merasakan
sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah lebih baiknya apabila kita
selalu memiliki perasaan positif. Tindakan palilng efisien untuk membantu
orang-orang dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan
mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri,
menerangkan kepada mereka bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga
mengajari mereka untuk mampu mengubah atau bahkan menghapuskan
keyakinan-keyakinan irasionalnya.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC
ini. Seorang terapis harus melawan keyakinan-keyakinan irasional itu agar
kliennya bisa menikmati dampak-dampak psikologis positif dari
keyakinan-keyakinan yang rasional.
Dalam pelaksanaan RET ini, terapis harus
benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan
falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu,
terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada
klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang
perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan
bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.
Ellis juga menambahkan bahwa secara
biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengkondisian-pengkondisian”
semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk
pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran yang
keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1) Mengabaikan
hal-hal yang positif.
2) Terpaku
pada yang negative.
3) Terlalu
cepat menggeneralisasi.
6.
Fungsi
dan peran terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama RET
dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan
diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan
yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien
menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi
keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang
tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas,
terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a. Mengajak
klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b. Menantang
klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c. Menunjukkan
kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d. Menggunakan
suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e. Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana
keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah
laku di masa depan.
f. Menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
g. Menerangkan
bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan
yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
h. Mengajari
klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien
bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang,
yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
7.
Hubungan
antara terapis dan klien
Terapis berfungsi sebagai guru dan klien
sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien
memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif
menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.
8.
Teknik-teknik
dan prosedur-prosedur utama
Terapi realitas bisa ditandai sebagai
terapi yang aktif secara verbal. Prosedur – prosedurnya difokuskan pada
kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah
lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu
klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa
teknik sebagai berikut:
1)
Terlibat dalam permainan peran dengan
klien.
2)
Menggunakan humor.
3)
Mengonfrontasikan klien dan menolak
dalih apapun.
4)
Membantu klien dalam merumuskan
rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
5)
Bertindak sebagai model dan guru.
6)
Memasang batas-batas dan menyusun
situasi terapi.
7)
Menggunakan "terapi kejutan
vebal" atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan
tingkah lakunya yang tidak realistis.
8)
Melibatkan diri dengan klien dalam
upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
9)
Manusia berfikir, berperasaan dan
bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu erat menyebabkan jika salah satu
saja menerima gangguan maka yang lain akan terlibat sama. Jika salah satu
diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi akan turut terobati.
Atas pandangan itu,
walaupun RET lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam perawatan, tetapi aspek
tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh sebab itulah dalam RET,
terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif
dan Teknik-teknik Behavioristik.
9.
Kelebihan
dan kekurangan RET
Kebaikan
1)
Pendekatan ini cepat sampai kepada
masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan
dengan cepat.
2)
Kaedah pemikiran logik yang diajarkan
kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
3)
Klien merasakan diri mereka mempunyai
keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan
1)
Ada klien yang boleh ditolong melalui
analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya
untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
2)
Ada setengah klien yang begitu terpisah
dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali
dicapai.
3)
Ada juga klien yang terlalu berprasangka
terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
4)
Ada juga setengah klien yang memang suka
mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak
mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.
10. Langkah-langkah terapi rasional emotif
1)
Langkah pertama
Konselor
berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu
bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola
hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan
gangguan emosi yang di alami nya.
2)
Langkah kedua
Menunjukkan
kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan
cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan
sebagaimana yang di rasakan.
3)
Langkah ketiga
Bertujuan
mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis.
4)
Langkah keempat
Dalam
hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu
dalam situasi nyata.
DAFTAR
PUSTAKA
Pujosuwarno Sayekti,
M.Pd, Dr. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Menara Mas Offset:
Yogyakarta.
Corey Gerald, Teori dan
Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama : Bandung, 2007.
Amir Awang. Pengantar
Bimbingan dan Konseling Di Malaysia. Pulau Pinang: University Sains Malaysia,
1997, hlm. 78
Surya Mohammad.
Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Kota Kembang: Yogyakarta
,1988. hlm.182
Sukardi Dewa Ketut. Pengantar Teori
Konseling. Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985. hlm.91-92