Selasa, 30 April 2013

Rational Emotive Therapy


1.      Pendahuluan
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Albert Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Terapi ini hakekatnya dibangun berdasar atas ketidakpuasan Albert Ellis terhadap teori psikoanalisa serta berdasar atas pemahamannya tentang teori behavioral.
Rational Emotive Therapy (RET) ini merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive Therapy.

2.      Konsep-konsep utama
RET dibangun berdasar atas filosofi bahwa “apa yang mengganggu jiwa manusia bukanlah peristiwa-peristiwa, tetapi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka terhadap peristiwa-peristiwa tersebut”.
Secara umum dikatakan bahwa anak-anak dan juga binatang memiliki sejumlah keterbatasan emosi dan cenderung untuk cepat emosi. Seiring dengan pertambahan usia, maka ketika anak-anak cukup mampu menguasai bahasa secara efektif, mereka memperoleh kemampuan untuk mempertahankan emosinya dan sedapat mungkin menjaga emosi-emosinya yang terganggu. RET tidak memusatkan perhatian kepada peristiwa-peristiwa masa lalu, tetapi lebih kepada peristiwa yang terjadi saat ini dan bagaimana reaksi terhadap peristiwa tersebut. RET juga percaya bahwa setiap manusia mempunyai pilihan, mampu mengontrol ide-idenya, sikap, perasaan, dan tindakan-tindakannya serta mampu menyusun kehidupannya menurut kehendak atau pilihannya sendiri.
RET didasari asumsi bahwa manusia itu dilahirkan dengan potensi rasional dan juga irasional. Seseorang berperilaku tertentu karena ia percaya harus bertindak dalam cara itu. Sedangkan gangguan emosional terletak pada keyakinan irasional. Dengan kata lain keyakinan irasional lah yang menyebabkan gangguan emosional. Bila seseorang mereaksi sesuatu dengan keyakinan irasional, maka ia akan memandang diri sendiri dan orang lain sebagai jahat, kejam, atau mengerikan. Asumsi lainnya, bahwa berfikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah, tetapi dua hal yang saling tumpang tindih, dan dalam prakteknya saling terkait.
Dalam teorinya, Albert Ellis juga menyatakan bahwa secara alamiah setiap manusia adalah irasional, mengalahkan dirinya sendiri, sehingga perlu pemikiran dengan cara-cara lain. Ia juga menyatakan bahwa secara alamiah manusia dapat menjadi “helpful” dan “loving” sepanjang mereka tidak dapat berfikir rasional. Dijelaskan pula tentang adanya siklus tertentu dalam berfikir irasional, dimana ketika seseorang dikuasai pemikiran irasional, maka pemikiran tersebut akan mengarahkan kepada kebencian diri. Kebencian diri selanjutnya akan mengarahkan kepada perilaku merusak diri (self destructive), dan kemudian secepatnya menumbuhkan kebencian kepada orang lain. Kebencian terhadap orang lain, pada akhirnya menyebabkan orang lain mereaksi secara irasional. Sedangkan adanya reaksi irasional orang lain, akan menjadikan pemikiran rasionalnya semakin terpelihara.
Dalm pandangan RET, kecemasan bukanlah irasional, tetapi sebagai ketidaktepatan perasaan (inaproproate feeling) yang terbangun secara luas dari ide-ide rasional. Dijelaskan oleh Burk dan Stefflre (1983) bahwa ketepatan perasaan umumnya berisi berbagai jenis perasaan yang muncul ketika terjadi halangan terhadap kebutuhan, keinginan, atau harapan-harapannya. Ketepatan emosi positif termasuk cinta, kebahagiaan, kesenangan, dan rasa ingin tahu. Ketepatan emosi negative dapat berupa duka cita, penyesalan, frustasi, gangguan, kejengkelan, tidak puas, dan sifat lekas marah. Emosi negative disebut “sesuai” atau “tepat” karena selalu membantu orang untuk merubah kondisi-kondisi yang dialami kearah yang lebih baik atau lebih obyektif. Sedangkan ketidaktepatan emosi selalu berisi perasaan-perasaan seperti tertekan, permusuhan, putus asa, kecemasan, dan perasaan-perasaan tidak berharga. Disebut tidak tepat, karena secara normal tidak membantu manuia untuk merubah kondisi-kondisi tersebut, tetapi seringkali membantu mereka pada kondisi yang lebih buruk.

3.      Terapi Rasional – Emotif dan Teori Kepribadian
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah".
RET berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.

4.      Tujuan terapeutik
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam RET yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : "meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional. Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
·         Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
·         Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.
·         Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.

5.      Teori A-B-C tentang Kepibadian
RET dimulai dengan ABC:
A.    Adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-ke­sulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penye­bab ketidak bahagiaan.
B.     Adalah beliefs, yaitu keyakinan-ke­yakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
C.     Adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-­keyakinan kita yang keliru.
Pada dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah lebih baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan positif. Tindakan palilng efisien untuk membantu orang-orang dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga mengajari mereka untuk mampu mengubah atau bahkan menghapuskan keyakinan-keyakinan irasionalnya.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Dalam pelaksanaan RET ini, terapis harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.
Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengkondisian-pengkondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1)      Mengabaikan hal-hal yang positif.
2)      Terpaku pada yang negative.
3)      Terlalu cepat menggeneralisasi.

6.      Fungsi dan peran terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama RET dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a.       Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b.      Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c.       Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d.      Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e.       Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f.       Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
g.      Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
h.      Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.

7.      Hubungan antara terapis dan klien
Terapis berfungsi sebagai guru dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.

8.      Teknik-teknik dan prosedur-prosedur utama
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur – prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1)      Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
2)      Menggunakan humor.
3)      Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
4)      Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
5)      Bertindak sebagai model dan guru.
6)      Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
7)      Menggunakan "terapi kejutan vebal" atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
8)      Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
9)      Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu erat menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan terlibat sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi akan turut terobati.
Atas pandangan itu, walaupun RET lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam perawatan, tetapi aspek tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh sebab itulah dalam RET, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.

9.      Kelebihan dan kekurangan RET
Kebaikan
1)      Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
2)      Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
3)      Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan
1)      Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
2)      Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
3)      Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
4)      Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.

10.  Langkah-langkah terapi rasional emotif
1)      Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2)      Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3)      Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis.
4)      Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.

DAFTAR PUSTAKA
Pujosuwarno Sayekti, M.Pd, Dr. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Menara Mas Offset: Yogyakarta.
Corey Gerald, Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama : Bandung, 2007.
Amir Awang. Pengantar Bimbingan dan Konseling Di Malaysia. Pulau Pinang: University Sains Malaysia, 1997, hlm. 78
Surya Mohammad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Kota Kembang: Yogyakarta ,1988. hlm.182
Sukardi Dewa Ketut. Pengantar Teori Konseling. Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985. hlm.91-92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar