Rabu, 27 Maret 2013

Terapi Humanistik Eksistensial


       Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam. Yang mengemukakan kebutuhan psikologis akan suatu perspektif yang lebih luas yang mencakup pengalaman subjektif klien atas dunia pribadinya. Tujuan dasar banyak pendekatan psikoterapi adalah membatu individu agar mampu bertindak, menerima kebebasan dan bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya. Terapi eksistensial, terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan tangung jawab itu saling berkaitan.
       Konsep utama psikologi eksistensial humanistik mengenai pandangan tentang mausia adalah psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien.  Konsep-konsep utama dari pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek terapeutik yaitu:
      1.      Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,   suatu kesanggupan yang uni dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memututuskan. Semakinkuat kesadaran diri itu pada seseorang maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
      2.      Kebebasan, Tanggung Jawab, Kecemasan
Kecemasan eksistensial diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya
      3.      Penciptaan makna
Pada dasarnya manusia itu unik dalam arti bahwa manusia berusaha untuk menetukan tujuan dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depresonalisasi, alineasi, keterasingan dan kesepian.
  •  Tujuan-tujuan Terapeutik

Dalam terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Mereka harus memilih misalnya akan tetap berpegang pada kehidupan yang dikenalnya atau akan membuka diri pada kehidupan yang kurang pasti dan lebih menantang. Justru tiadanya jaminan-jaminan dalam kehidupan itulah yang menimbulkan kecemasan. Oleh karena itu terapi eksistensial juga bertujuan untuk membatu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa diri lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
  • Fungsi dan peran terapis

Tugas utama terapi adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam dunia, karena menekankan pada pengalaman klien sekarang para terapis eksistensial menunjukan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya tetapi juga dari satu ke lain fase terapis yang dijalani oleh klien yang sama. Buhler dan Allen (dalam Geraldy Corey,2009) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusiaalih-alih sistem teknik. Serta para ahli humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
1.      Mengakui pentingnya pendekatan dari tanggung jawab terapis
2.      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3.      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4.      Berorientasi pada pertumbuhan
5.      Menekankan keharusan terapi terlibat dengan klien sebagi suatu pribadi yang menyeluruh
6.      Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akan terletak ditangan kita
7.      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis denga gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8.    Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan–tujuan  dan nilainya sendiri
9.      Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
    Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada terapi pada pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut :
1.      Memberikan reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien
2.    Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien
3.      Meminta pada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti
4.  Menatang klien melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu
5.      Mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi dengan bertanya: “jika anda bisa secara ajaib kembali pada cara anda ingat kepada diri sendiri sebelum terapi, maukah anda melakukan sekarang?”
6.      Beritahu pada klien bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia:bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa ia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa ia akan mengalai kecemasan atas ketidak pastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering nampak tak bermakna.

Sumber :
Kesehatan Mental 1 (www.books.google.co.id)
Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.




Person-Centered Therapy


      Terapi ini disebut juga client-centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan pribadinya.
            Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person-centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis person-centered masih menggunakan beberapa teknik (refleksi perasaan-perasaan yang dialami pasien), tetapi dia tidak merasa terikat oleh teknik-teknik tersebut dan dia juga tidak menggunakan teknik-teknik tersebut secara terencana dan hati-hati pada waktu melaksanakan wawancara.

Tujuan terapi
     1.  Pasien menjadi kurang defensif dan lebih selaras serta terbuka pada pengalamannya;
     2.  Pasien semakin realistik, objektif, dan persepsi-persepsinya semakin luas;
     3.  Pasien semakin efektif dalam memecahkan masalahnya;
     4.  Penyesuaian dirinya secara psikologis semakin mendekati optimal;
     5.  Kepekaannya tehadap ancaman semakin berkurang karena keselarasan antara "self" dan       pengalamannya semakin meningkat;
     6.  Kadar positive self-regard pasien semakin meningkat;
     7.  Merasa lebih yakin dan mampu mengarahkan diri sendiri (self-diecting);
     8.  Semakin mengalami penerimaan diri dari orang-orang lain;
     9.  Tingkah laku pasien dinilai oleh orang-orang lain semakin dapat diterima oleh masyarakat dan matang.



Teknik Konseling

1.            Aceptance (penerimaan)
2.            Respect (rasa hormat)
3.            Understanding (mengerti, memahami)
4.            Reassurance (menentramkan hati, meyakini)
5.            Encouragement (dorongan)
6.            Limited Questioning (pertanyaan terbatas)
7.            Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)

Tujuan Konseling
       Tujuan Konseling adalah menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, dapat menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan. Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar.

Fungsi dan Peran Terapis



     Peran terapis client centered berakar pada cara-cara keberadaanya dan sikap-sikapnya, bukan pada          penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan client ‘berbuat sesuatu’. Terapis client centered membangun hubungan yang membantu dimana client akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasikan area-area hidupnya yang sekarang didistrosinya. Client menjadi kurang defensive dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada didalam dirinya maupun dalam dunia. Yang utama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan client.  Terapis menghadapi client berlandaskan pengalaman dari saat kesaat dam membantu client dengan jalan memasuki dunianya, melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, sehingga client bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi.

Kelebihan person centered therapy
1.            Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist
2.            Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.            Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4.            Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.            Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
6.            Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
7.    Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
8.        Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

Kekurangan person centered therapy
            1.      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
            2.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
           3.      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk                                             menilai individu.
      4.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
            5.      Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
        6.      Tetapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
            7.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
      8.   Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

SUMBER :
Kesehatan Mental 1 (www.books.google.co.id)
http://bimbingankonseling6.blogspot.com/2012/11/client-centered-therapy-cct_7354.html

Terapi Psikoanalisis


       Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Psikoanalisis Freud adalah sistem psikologi yang diarahkan pada pemahaman, penyembuhan, dan pencegahan penyakit-penyakit mental. Psikoanalisis Freud juga merupakan suatu sistem dinamis dari psikologi yang mencari akar-akar tingkah laku manusia di dalam motivasi dan konflik yang tak disadari.
          Proses psikoanalisis berlangsung lama dan biasanya membutuhkan 3 atau 4 sesi analitik setiap minggu untuk satu jangka waktu 2 atau 3 tahun atau bahkan juga bisa lebih lama lagi. Selama sesi-sesi analitik, pasien berbaring diatas tempa tidur. Terapis yang disebut psikoanalis, biasa disebut analis, duduk dibelakang pasien supaya tidak mengganggu pasien.secara tradisional, analis memainkan peran yang pasif dan tidak melakukan sesuatu selain hanya menunjukkan kesamaan dan perbedaan dalam perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman yang mungkin perlu diperhatikan lebih lanjut oleh pasien. Kadang-kadang analis memberikan penafsiran untuk membantu pasien untuk mencapai pemahaman tentang suatu konflik.

Tujuan terapi psikoanalisis
         1.      Membuat tidak sadar menjadi sadar
         2.      Mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan
         3.      Membantu klien belajar, mengatasi, dan menyesuaikan
         4.      Rekonstruksi kepribadian


Teknik terapi psikoanalisis
(    1)   Asosiasi Bebas : dalam teknik ini klien disuruh untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua    pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi-asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang direpres.
(    2)   Analisis Mimpi : Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Keinginan-keinginan itu muncul lagi dalam bentuk symbol sebagai jalan menuju pemuasan.
(     3)   Analisis Resistensi : ditujukan untuk menyadarkan pasien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya terapis meminta pasien menafsirkan resistensi.
4)   Analisis Transferensi : terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya displacement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapis yang menanganinya. Transferensi itu menunjukan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya. Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapis sering jadi sasaran atau pengganti. Di sini terapis berusaha untuk menjelaskan perasaan-perasaan yang sedang dialami atau yang diekspresikannya pada terapis, sehingga pasien memiliki satu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang dihadapi.



Kelebihan terapi psikoanalisis
        1.      Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat.
      2.     Dengan terapi ini terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari        mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
  3.   Bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama in tidak disadarinya.


Kekurangan terapi psikoanalisis
       1.      Waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang
       2.      Karena waktunya lama, dapat membuat klien jenuh
       3.      Memakan banyak biaya bagi klien
       4.      Diperluka terapis yang benar-benar terlatih untuk melakukan terapi

     SUMBER :
     http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
     Para Psikolog Terkemuka Dunia (www.books.google.co.id)
     Kesehatan Mental 2 (www.books.google.co.id)