Senin, 22 April 2013

Analisis Transaksional

A.    LATAR BELAKANG
      Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
      AT dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Pendekatan analisis transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Pada dasarnya teori analisis transaksional berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir, dan memutusakan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan- perasaannya. Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak. 
      Dalam eksprerimen yang dilakukan, Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya.
      Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan akhirnya dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966 menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.

B.     KONSEP DASAR PANDANGAN TENTANG SIKAP MANUSIA
      Menurut Gerald Corey, analisis transaksional berakar pada filosofi antideterministik. Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta tuntutan oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena keputusan yang terlebih dahulu telah dibuat pada masa hidupnya mereka pada saat mereka sangat tergantung pada orang lain. Tetapi keputusan dapat ditinjau kembali dan ditantang, dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak lagi cocok, bisa dibuat keputusan baru. Transaksional antara lain: status ego, belaian, permainan, pembentukan skenario.

Status Ego
            Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua). AT menggunakan suatu sistem terapi yang berlamdaskan pada teori kepribadian yang menggunakan pola perwakilan ego yang erpisah; orang tua, orang dewasa, dan anak. Menurut corey (1988), bahwa ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau subtitusi orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan perasaaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita. Ego orang tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri kita bisa “orang tua pelindung” atau orang tua pengkritik”.
            Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi., adalah bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu.
            Selanjutnya, ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat spontan, “anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa “anak disesuiakan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.

Belaian
            Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik itu yang berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional. AT memungut pandangan tentang motivasi manusia bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar berkaitan langsung dengan tingkah laku sehari-hari yang dapat diamati. Sejumlah kebutuhan dasar mencakup haus akan belainan, haus akan struktur, haus akan kesenangan dan haus akan pengakuan. Teori AT menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Hubungan yg akrab berlandaskan penerimaan posisi saya OK kamu OK di kedua belah pihak. Hubungan yg akrab lazimnya bertumpu pada penerimaan cinta di mana sikap defensive menjadi tidak perlu. Memberi dan menerima adalah ungkapan kenikmatan yang spontan alih-alih respon-respons terhadap upacara-upacara yang diprogram secara social. Keakraban adalah hbungan yang bebasa dari permainann karena tujuan-tujuannya tidak tersembunyi (Harris, 1967 hlm 151-152).
            Jadi salah satu cara teori AT menjabarkan tigkah laku manusia adalah dalam kerangka penyusunan waktu yang melibatkan berbagai cara meperoleh belaian dari orang lain. Cara-cara itu berada pada suatu kontinum dari pengakuan-pengakuan yg diperoleh seseorang dari orang lain melalui upacara-upacara dan permainan-permainan, terhadap belaian-belaian yang diperoleh melalui suatu hubungan pribadi yg bermakna dan akrab.

Permainan
            Para pendukung AT mendorong orang-orang untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan egonya. Alasannya adalah dengan mengakui ketiga perwakilan ego itu, orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan- putusan anak yang telah usang dari pesan-pesan orang tua yg irrasional yang menyulitkan kehidupan mereka. AT mengajari orang bagian mana yang sebaiknya digunakan untuk membuat putusan-putusan yang penting bagi kehidupannya. Disamping itu, para tokoh AT mengungkapkan bahwa orang-orang bisa memahami dialog internalnya antara orang tua dan anak. Mereka juga bisa mendengar dan memahami hubungan mereka dengan orang lain. Mereka bisa sadar akan kapan mereka terus terang dan kapan mereka berbohong kepada orang lain. Dengan menggunakan prinsip-prinsip AT, orang-orang bisa sadar akan jenis belaian yang diperolehnya., dan mereka bisa mengubah respons-respons belaian dari negatif ke positif.
            AT memandang permainan-permainan sebagai penukaran belaian-belaian yg mengakibatkan berlarutnya-larutnya perasaan-perasaan tidak enak. Permainan-permainan boleh jadi memperlihatkan keakraban. Akan tetapi, orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan menciptakan jarak di antara mereka sendiri dengan mengimpersonalkan pasangannya. Transaksi itu setidaknya melibatkan dua orang yang memainkan permainan. Transaksi permainan akan batal jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permainan dan kemudian memutusakan untuk tidak lagi memainkannya.
            Segitiga drama Karpman bisa digunakan untuk membantu orang-orang untuk memahami permainan-permainan. Pada segitiga terdapat seorang penuntut, seorang penyelamat, dan seorang korban.

Pembentukan scenario
            Suatu keputusan yang dibuat dalam rangka merespon bagaimana reaksi figure orang tua terhadap reaksi awal anak perasaan dan kebutuhannya serta merupakan komponen dasar dari naskah hidup dari individu. Ada 4dasar posisi hidup :
1.      I’m OK – You’re OK
Individu mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan percaya orang lain.
2.      I,m OK – You’re not OK
Individu membutuhkan orang lain akan tetapi tidak ada yang dianggap cocok, individu merasa mempunyai hak untuk mempergunakan orang lain untuk mencapai tujuannya.
3.      I’m not OK – You’re OK
Individu merasa tidak terpenuhi kebutuhannya dan merasa bersalah.
4.      I’m not OK – You’re not OK
Individu merasa dirinya tidak baik dan orang lainpun juga tidak baik, karena tidak ada sumber belaian yang positif.
            Masing-masing dari posisi itu berlandaskan pada keputusan yang dibuat seseorang sebagai hasil dari pengalaman masa kecil. Bila, keputusan yang telah diambil, maka umumnya dia akan bertahan pada keputusannya itu, kecuali bila ada intevensi (konselor atau kejadian tertentu) yang mengubahnya. Posisi yang sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi Saya OK—Kamu OK. Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka. Saya OK—kamu tidak OK, adalah posisi orang yang memproyeksikan masalah-masalanya kepada orang lain dan biasanya melimpahkan kesalahan pada orang lain, ciri pada posisi ini menunjukan sikap arogan, menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dari teralinasi. Saya Tidak OK—Kamu OK , adalah posisi orang yang mangalami depresi, merasa tidak kuasa dibanding dengan orang lain dan cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain daripada keinginan diri sendir. Saya Tidak OK—Kamu Tidak OK, adalah posisi orang yang memupus semua harapan, bersikap pesimis, dan memandang hidup sebagai sesutau yang hampa.

C.    TUJUAN TERAPI
      Tujuan utama dari AT adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
      Penekanan terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.

D.    TEKNIK DAN PROSEDUR TERAPI
      Untuk melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan AT sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok. Konsep-konsep AT beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada individu juga dianggap boleh dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh, bila digunakan dengan pendekatan kelompok. Pertama, berbagai ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak pada masing-masing individu di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang lain. Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul secara wajar. Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam treatment kelompok.
      Prosedur pada AT dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988) dia menggabungkan konsep dan prosedur AT dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam AT, yaitu;
   1.    Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
    2.    Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
    3.    Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.

E.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ANALISIS TRANSAKSIONAL
  • Kelebihan Menurut Gerald Corey :
  1.        Sangat berguna dan para konselor dapat dengan mudah menggunakannya.
  2.  2.   Menantang konseli untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka.
  3.  3.   Integrasi antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari terapi gestalt amat berguna karena konselor bebas menggunakan prosedur dari pendekatan lain. Bab ini menyoroti perluasan pendekatan Berne oleh Mary dan almarhum Robert Goulding (1979), pemimpin dari sekolah redecisional TA. The Gouldings berbeda dari pendekatan Bernian klasik dalam beberapa cara. Mereka telah digabungkan TA dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik terapi Gestalt, terapi keluarga, psikodrama, dan terapi perilaku. Pendekatan yang redecisional pengalaman anggota kelompok membantu kebuntuan mereka, atau titik di mana mereka merasa terjebak. Mereka menghidupkan kembali konteks di mana mereka membuat keputusan sebelumnya, beberapa di antaranya tidak fungsional, dan mereka membuat keputusan baru yang fungsional. Redecisional terapi ini bertujuan untuk membantu orang menantang diri mereka untuk menemukan cara-cara di mana mereka menganggap diri mereka dalam peran dan victimlike untuk memimpin hidup mereka dengan memutuskan untuk diri mereka sendiri bagaimana mereka akan berubah.
  4.  4.   Memberikan sumbangan pada konseling multikultural karena konseling diawali dengan larangan mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan mementingkan diri sendiri
  •         Kelemahan Gerald Corey, 1982: 398)
  1.         Banyak Terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional cukup membingungkan.
  2.         Penekanan Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
  3.         Konsep serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji     keilmiahannya.
  4.         Konseli bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek diri mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Corey.G.1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
Fauzan lutfi.2001. Pendekatan-pendekatan konseling individual. Malang:Elang Mas
Prawitasari, J.E. 1987. Analisis Transaksional. Yogyakarta
http://go2psychology.blogspot.com/2012/01/analisis-transaksional.html

Senin, 15 April 2013

Logoterapi


A.    Logoterapi
            1.      Sejarah
            Logoterapi dikemukakan oleh Viktor Emile Frankl. Frankl lahir pada tanggal 26 Maret 1905 di Wina dari pasangan Gabriel Frankl dan Elsa Frankl. Frankl yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dibesarkan dalam keluarga yang religius dan berpendidikan. Ibunya seorang Yahudi yang taat, dan ayahnya merupakan pejabat Departemen Sosial yang banyak menaruh perhatian pada kesejahteraan sosial. Frankl menaruh minat yang besar terhadap persoalan spiritual, khususnya berkenaan dengan makna hidup (Koeswara, 1992).

            2.      Pengertian
            Logoterapi adalah bentuk penyembuhan melalui penemuan makna dan pengembangan makna hidup, dikenal dengan therapy through meaning. Bastaman (2007) menambahkan selain therapy through meaning, logoterapi juga bisa disebut health through meaning. Logoterapi juga dapat diamalkan pada orang-orang normal.
            Dalam psikologi, logoterapi dikelompokkan dalam aliran eksistensial atau Psikologi Humanistik. Logoterapi dapat dikatakan sebagai corak psikologi yang memandang manusia, selain mempunyai dimensi ragawi dan kejiwaan, juga mempunyai dimensi spiritual, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat akan hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia. Frankl memandang spiritual tidak selalu identik dengan agama, tetapi dimensi ini merupakan inti kemanusiaan dan merupakan sumber makna hidup yang paling tinggi (Bastaman, 2007).
            Logoterapi mempunyai landasan filosofis yaitu: kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup (Koeswara, 1992). Dalam kebebasan berkeinginan, Frankl memandang bahwa manusia mempunyai kebebasan berkeinginan dalam batas tertentu. Manusia tidaklah bebas dari kondisi-kondisi fisik, lingkungan, dan psikologis, namun manusia mempunyai kebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi seperti itu. Keinginan akan makna merupakan motivasi utama manusia. Frankl memandang bahwa kesenangan, bukanlah tujuan utama manusia. Ia memandang bahwa kesenangan hanyalah efek dari pemenuhan dorongan dalam mencapai tujuan yaitu makna hidup. Makna hidup dapat ditemukan dalam keadaan apapun, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan.
Inti dari ajaran logoterapi adalah:
a.   Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b.      Kehendak akan hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap manusia.
c.   Dalam batasan-batasan tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
d.     Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiential values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).

    Menurut Frankl, logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
a.    Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
      Dalam pandangan Logoterapi manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “ the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
b.    Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
    Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda denga psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
c.     Makna Hidup (The Meaning Of Life)
       Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya ( Frankl, 2004).

B.    Terapi logoterapi
            1.      Intensi Paradoksikal
        Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya (Koeswara, 1992).
       Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti. Landasan dari intensi paradoksikal adalah kemampuan manusia untuk mengambil jarak atau bebas bersikap terhadap dirinya sendiri (Boeree, 2007). Frankl (dalam Koeswara, 1992) mencatat bahwa pola reaksi atau respon yang biasa digunakan oleh individu untuk mengatasi kecemasan antisipatori adalah menghindari atau lari dari situasi yang menjadi sumber kecemasan. Contohnya, individu yang menghindari eritrofobia selalu cemas kalau-kalau dirinya gemetaran dan mandi keringat ketika berada di dalam ruangan yang penuh dengan orang. Kemudian, karena telah ada antisipasi sebelumnya, individu benar-benar gemetaran dan mandi keringat ketika dia memasuki ruangan yang penuh dengan orang. Individu pengidap eritrofobia ini berada dalam lingkaran setan. Gejala gemetaran dan mandi keringat menghasilkan kecemasan, kemudian kecemasan antisipatori ini menimbulkan gejala-gejala gemetaran dan mandi keringat. Jadi gejala antisipatori mengurung individu di dalam kecemasan terhadap kecemasan (Koeswara, 1992).
            2.      Derefleksi
         Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 2007).
       Pasien dengan teknik ini diderefleksikan dari gangguan yang dialaminya kepada tugas tertentu dalam hidupnya atau dengan perkataan lain dikonfrontasikan dengan makna. Apabila fokus dorongan beralih dari konflik kepada tujuan-tujuan yang terpusat pada diri sendiri, maka hidup seseorang secara keseluruhan menjadi lebih sehat, meskipun boleh jadi neurosisnya tidak hilang sama sekali.
           3.      Bimbingan rohani
          Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya (Koeswara, 1992). Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.


C.   Langkah-langkah dalam proses terapi
  1. Menghadapi situasi itu. Diagnosis yang tepat merupakan langkah pertama dalam terapi dan merupakan sesuatu yang penting. Seluruh gangguan fisik pasien merupakan faktor-faktor fisik, psikologis, dan spiritual. Tidak ada neurosis somatogenik, psikogenik, atau noogenik saja. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifatari setiap dan mengidentifikasi faktor manakah yang dominan. Apabila faktor fisik yang dominan, maka kondisi itu disebut psikosis, dan apabila faktor psikologis yang dominan maka kondisi adalah neurosis. Sebaliknya, apabila faktor spiritual yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis noogeik.
  2. Kesadaran akan Simtom. Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis psikogenik, logoterapi diarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap pasien terhadap simtom-simtom tersebut. Dalam mengubah sikap pasien terhadap simtom-simtom itu, logoterapi benar merupakan suatu terapi ang personalitik.
  3. Mencari Penyebab. Logoterapi berurusan dengan penyadaran manusia terhadap tanggung jawab, karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab berarti kewajiban, dan kewajiban tersebut hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan makna, yakni makna hidup manusia. Jadi, logoterapi berkenaan dengan makna dalam berbagai aspek dan bidangnya. Makna keneradaan itu dapat berupa makna hidup dan mati, makna penderitaan, makna pekerjaan, dan makna mati.
  4. Menemukan hubungan antara penyebab dan simtom.
Daftar Pustaka :
Konseling dan psikoterapi (Books.google.com)
Kesehatan mental 1 (Books.google.com)



Rabu, 27 Maret 2013

Terapi Humanistik Eksistensial


       Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam. Yang mengemukakan kebutuhan psikologis akan suatu perspektif yang lebih luas yang mencakup pengalaman subjektif klien atas dunia pribadinya. Tujuan dasar banyak pendekatan psikoterapi adalah membatu individu agar mampu bertindak, menerima kebebasan dan bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya. Terapi eksistensial, terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan tangung jawab itu saling berkaitan.
       Konsep utama psikologi eksistensial humanistik mengenai pandangan tentang mausia adalah psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien.  Konsep-konsep utama dari pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek terapeutik yaitu:
      1.      Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,   suatu kesanggupan yang uni dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memututuskan. Semakinkuat kesadaran diri itu pada seseorang maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
      2.      Kebebasan, Tanggung Jawab, Kecemasan
Kecemasan eksistensial diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya
      3.      Penciptaan makna
Pada dasarnya manusia itu unik dalam arti bahwa manusia berusaha untuk menetukan tujuan dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depresonalisasi, alineasi, keterasingan dan kesepian.
  •  Tujuan-tujuan Terapeutik

Dalam terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Mereka harus memilih misalnya akan tetap berpegang pada kehidupan yang dikenalnya atau akan membuka diri pada kehidupan yang kurang pasti dan lebih menantang. Justru tiadanya jaminan-jaminan dalam kehidupan itulah yang menimbulkan kecemasan. Oleh karena itu terapi eksistensial juga bertujuan untuk membatu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa diri lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
  • Fungsi dan peran terapis

Tugas utama terapi adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam dunia, karena menekankan pada pengalaman klien sekarang para terapis eksistensial menunjukan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya tetapi juga dari satu ke lain fase terapis yang dijalani oleh klien yang sama. Buhler dan Allen (dalam Geraldy Corey,2009) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusiaalih-alih sistem teknik. Serta para ahli humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
1.      Mengakui pentingnya pendekatan dari tanggung jawab terapis
2.      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3.      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4.      Berorientasi pada pertumbuhan
5.      Menekankan keharusan terapi terlibat dengan klien sebagi suatu pribadi yang menyeluruh
6.      Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akan terletak ditangan kita
7.      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis denga gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8.    Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan–tujuan  dan nilainya sendiri
9.      Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
    Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada terapi pada pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut :
1.      Memberikan reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien
2.    Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien
3.      Meminta pada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti
4.  Menatang klien melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu
5.      Mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi dengan bertanya: “jika anda bisa secara ajaib kembali pada cara anda ingat kepada diri sendiri sebelum terapi, maukah anda melakukan sekarang?”
6.      Beritahu pada klien bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia:bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa ia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa ia akan mengalai kecemasan atas ketidak pastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering nampak tak bermakna.

Sumber :
Kesehatan Mental 1 (www.books.google.co.id)
Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.




Person-Centered Therapy


      Terapi ini disebut juga client-centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan pribadinya.
            Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person-centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis person-centered masih menggunakan beberapa teknik (refleksi perasaan-perasaan yang dialami pasien), tetapi dia tidak merasa terikat oleh teknik-teknik tersebut dan dia juga tidak menggunakan teknik-teknik tersebut secara terencana dan hati-hati pada waktu melaksanakan wawancara.

Tujuan terapi
     1.  Pasien menjadi kurang defensif dan lebih selaras serta terbuka pada pengalamannya;
     2.  Pasien semakin realistik, objektif, dan persepsi-persepsinya semakin luas;
     3.  Pasien semakin efektif dalam memecahkan masalahnya;
     4.  Penyesuaian dirinya secara psikologis semakin mendekati optimal;
     5.  Kepekaannya tehadap ancaman semakin berkurang karena keselarasan antara "self" dan       pengalamannya semakin meningkat;
     6.  Kadar positive self-regard pasien semakin meningkat;
     7.  Merasa lebih yakin dan mampu mengarahkan diri sendiri (self-diecting);
     8.  Semakin mengalami penerimaan diri dari orang-orang lain;
     9.  Tingkah laku pasien dinilai oleh orang-orang lain semakin dapat diterima oleh masyarakat dan matang.



Teknik Konseling

1.            Aceptance (penerimaan)
2.            Respect (rasa hormat)
3.            Understanding (mengerti, memahami)
4.            Reassurance (menentramkan hati, meyakini)
5.            Encouragement (dorongan)
6.            Limited Questioning (pertanyaan terbatas)
7.            Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)

Tujuan Konseling
       Tujuan Konseling adalah menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, dapat menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan. Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar.

Fungsi dan Peran Terapis



     Peran terapis client centered berakar pada cara-cara keberadaanya dan sikap-sikapnya, bukan pada          penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan client ‘berbuat sesuatu’. Terapis client centered membangun hubungan yang membantu dimana client akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasikan area-area hidupnya yang sekarang didistrosinya. Client menjadi kurang defensive dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada didalam dirinya maupun dalam dunia. Yang utama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan client.  Terapis menghadapi client berlandaskan pengalaman dari saat kesaat dam membantu client dengan jalan memasuki dunianya, melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, sehingga client bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi.

Kelebihan person centered therapy
1.            Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist
2.            Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.            Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4.            Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.            Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
6.            Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
7.    Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
8.        Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

Kekurangan person centered therapy
            1.      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
            2.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
           3.      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk                                             menilai individu.
      4.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
            5.      Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
        6.      Tetapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
            7.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
      8.   Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

SUMBER :
Kesehatan Mental 1 (www.books.google.co.id)
http://bimbingankonseling6.blogspot.com/2012/11/client-centered-therapy-cct_7354.html

Terapi Psikoanalisis


       Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Psikoanalisis Freud adalah sistem psikologi yang diarahkan pada pemahaman, penyembuhan, dan pencegahan penyakit-penyakit mental. Psikoanalisis Freud juga merupakan suatu sistem dinamis dari psikologi yang mencari akar-akar tingkah laku manusia di dalam motivasi dan konflik yang tak disadari.
          Proses psikoanalisis berlangsung lama dan biasanya membutuhkan 3 atau 4 sesi analitik setiap minggu untuk satu jangka waktu 2 atau 3 tahun atau bahkan juga bisa lebih lama lagi. Selama sesi-sesi analitik, pasien berbaring diatas tempa tidur. Terapis yang disebut psikoanalis, biasa disebut analis, duduk dibelakang pasien supaya tidak mengganggu pasien.secara tradisional, analis memainkan peran yang pasif dan tidak melakukan sesuatu selain hanya menunjukkan kesamaan dan perbedaan dalam perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman yang mungkin perlu diperhatikan lebih lanjut oleh pasien. Kadang-kadang analis memberikan penafsiran untuk membantu pasien untuk mencapai pemahaman tentang suatu konflik.

Tujuan terapi psikoanalisis
         1.      Membuat tidak sadar menjadi sadar
         2.      Mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan
         3.      Membantu klien belajar, mengatasi, dan menyesuaikan
         4.      Rekonstruksi kepribadian


Teknik terapi psikoanalisis
(    1)   Asosiasi Bebas : dalam teknik ini klien disuruh untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua    pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi-asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang direpres.
(    2)   Analisis Mimpi : Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Keinginan-keinginan itu muncul lagi dalam bentuk symbol sebagai jalan menuju pemuasan.
(     3)   Analisis Resistensi : ditujukan untuk menyadarkan pasien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya terapis meminta pasien menafsirkan resistensi.
4)   Analisis Transferensi : terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya displacement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapis yang menanganinya. Transferensi itu menunjukan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya. Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapis sering jadi sasaran atau pengganti. Di sini terapis berusaha untuk menjelaskan perasaan-perasaan yang sedang dialami atau yang diekspresikannya pada terapis, sehingga pasien memiliki satu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang dihadapi.



Kelebihan terapi psikoanalisis
        1.      Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat.
      2.     Dengan terapi ini terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari        mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
  3.   Bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama in tidak disadarinya.


Kekurangan terapi psikoanalisis
       1.      Waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang
       2.      Karena waktunya lama, dapat membuat klien jenuh
       3.      Memakan banyak biaya bagi klien
       4.      Diperluka terapis yang benar-benar terlatih untuk melakukan terapi

     SUMBER :
     http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
     Para Psikolog Terkemuka Dunia (www.books.google.co.id)
     Kesehatan Mental 2 (www.books.google.co.id)