Rabu, 27 Maret 2013

Person-Centered Therapy


      Terapi ini disebut juga client-centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan pribadinya.
            Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person-centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis person-centered masih menggunakan beberapa teknik (refleksi perasaan-perasaan yang dialami pasien), tetapi dia tidak merasa terikat oleh teknik-teknik tersebut dan dia juga tidak menggunakan teknik-teknik tersebut secara terencana dan hati-hati pada waktu melaksanakan wawancara.

Tujuan terapi
     1.  Pasien menjadi kurang defensif dan lebih selaras serta terbuka pada pengalamannya;
     2.  Pasien semakin realistik, objektif, dan persepsi-persepsinya semakin luas;
     3.  Pasien semakin efektif dalam memecahkan masalahnya;
     4.  Penyesuaian dirinya secara psikologis semakin mendekati optimal;
     5.  Kepekaannya tehadap ancaman semakin berkurang karena keselarasan antara "self" dan       pengalamannya semakin meningkat;
     6.  Kadar positive self-regard pasien semakin meningkat;
     7.  Merasa lebih yakin dan mampu mengarahkan diri sendiri (self-diecting);
     8.  Semakin mengalami penerimaan diri dari orang-orang lain;
     9.  Tingkah laku pasien dinilai oleh orang-orang lain semakin dapat diterima oleh masyarakat dan matang.



Teknik Konseling

1.            Aceptance (penerimaan)
2.            Respect (rasa hormat)
3.            Understanding (mengerti, memahami)
4.            Reassurance (menentramkan hati, meyakini)
5.            Encouragement (dorongan)
6.            Limited Questioning (pertanyaan terbatas)
7.            Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)

Tujuan Konseling
       Tujuan Konseling adalah menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, dapat menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan. Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar.

Fungsi dan Peran Terapis



     Peran terapis client centered berakar pada cara-cara keberadaanya dan sikap-sikapnya, bukan pada          penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan client ‘berbuat sesuatu’. Terapis client centered membangun hubungan yang membantu dimana client akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasikan area-area hidupnya yang sekarang didistrosinya. Client menjadi kurang defensive dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada didalam dirinya maupun dalam dunia. Yang utama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan client.  Terapis menghadapi client berlandaskan pengalaman dari saat kesaat dam membantu client dengan jalan memasuki dunianya, melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, sehingga client bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi.

Kelebihan person centered therapy
1.            Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist
2.            Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.            Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4.            Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.            Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
6.            Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
7.    Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
8.        Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

Kekurangan person centered therapy
            1.      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
            2.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
           3.      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk                                             menilai individu.
      4.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
            5.      Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
        6.      Tetapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
            7.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
      8.   Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

SUMBER :
Kesehatan Mental 1 (www.books.google.co.id)
http://bimbingankonseling6.blogspot.com/2012/11/client-centered-therapy-cct_7354.html

Terapi Psikoanalisis


       Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Psikoanalisis Freud adalah sistem psikologi yang diarahkan pada pemahaman, penyembuhan, dan pencegahan penyakit-penyakit mental. Psikoanalisis Freud juga merupakan suatu sistem dinamis dari psikologi yang mencari akar-akar tingkah laku manusia di dalam motivasi dan konflik yang tak disadari.
          Proses psikoanalisis berlangsung lama dan biasanya membutuhkan 3 atau 4 sesi analitik setiap minggu untuk satu jangka waktu 2 atau 3 tahun atau bahkan juga bisa lebih lama lagi. Selama sesi-sesi analitik, pasien berbaring diatas tempa tidur. Terapis yang disebut psikoanalis, biasa disebut analis, duduk dibelakang pasien supaya tidak mengganggu pasien.secara tradisional, analis memainkan peran yang pasif dan tidak melakukan sesuatu selain hanya menunjukkan kesamaan dan perbedaan dalam perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman yang mungkin perlu diperhatikan lebih lanjut oleh pasien. Kadang-kadang analis memberikan penafsiran untuk membantu pasien untuk mencapai pemahaman tentang suatu konflik.

Tujuan terapi psikoanalisis
         1.      Membuat tidak sadar menjadi sadar
         2.      Mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan
         3.      Membantu klien belajar, mengatasi, dan menyesuaikan
         4.      Rekonstruksi kepribadian


Teknik terapi psikoanalisis
(    1)   Asosiasi Bebas : dalam teknik ini klien disuruh untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua    pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi-asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang direpres.
(    2)   Analisis Mimpi : Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Keinginan-keinginan itu muncul lagi dalam bentuk symbol sebagai jalan menuju pemuasan.
(     3)   Analisis Resistensi : ditujukan untuk menyadarkan pasien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya terapis meminta pasien menafsirkan resistensi.
4)   Analisis Transferensi : terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya displacement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapis yang menanganinya. Transferensi itu menunjukan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya. Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapis sering jadi sasaran atau pengganti. Di sini terapis berusaha untuk menjelaskan perasaan-perasaan yang sedang dialami atau yang diekspresikannya pada terapis, sehingga pasien memiliki satu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang dihadapi.



Kelebihan terapi psikoanalisis
        1.      Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat.
      2.     Dengan terapi ini terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari        mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
  3.   Bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama in tidak disadarinya.


Kekurangan terapi psikoanalisis
       1.      Waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang
       2.      Karena waktunya lama, dapat membuat klien jenuh
       3.      Memakan banyak biaya bagi klien
       4.      Diperluka terapis yang benar-benar terlatih untuk melakukan terapi

     SUMBER :
     http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
     Para Psikolog Terkemuka Dunia (www.books.google.co.id)
     Kesehatan Mental 2 (www.books.google.co.id)



Rabu, 12 Desember 2012

Multikulturalisme


A.      Definisi Multikulturalsime
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keagaman, dan berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Ø  “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007)
Ø  Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Ø  Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
Ø  Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
Ø   Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).

B.      Jenis Multikulturalisme
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh) :
1.    Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2.    Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
3.    Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4.    Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5.    Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Akulturasi Psikologis


A.      Akulturasi
            Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaannya sendiri tampa menyebabkan hulangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Definisi akulturasi menurut para ahli :
1.      Gillin & Gillin dalam bukunya “Culture Sosiology”
Sebagai proses dimana masyarakat-masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang sama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada pencampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu.
2.      Koentjaraningrat
Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi apabila kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda, sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah di dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.
3.      Lauer
Akulturasi dapat digambarkan sebagai pola penyatuan antara dua kebudayaan, penyatuan disini tidak berarti bahwa kesamaannya lebih banyak dari pada perbedaannya, namun berarti kedua kebudayaan yang saling berinteraksi menjadi semakin serupa disbanding sebelum terjadinya kontak antar keduanya. (Lauer, 1989:402-407)
4.      Krober
Akulturasi itu meliputi perubahan didalam kebudayaan yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari kebudayaan yang lain, yang akhirnya menghasilkan makin banyaknya persamaan pada kebudayaan itu. Menurut krober, difusi adalah salah satu aspek dari akulturasi.




B.      Psikologis
Dalam bahasa Yunani psychology merupakan gabungan dari kata psyche dan logos. Psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa.
Pengertian psikologi menurut beberapa ahli :
1.      Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990)
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
2.      Dakir (1993)
Psikologi membahas tingkah lakumanusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
3.      Anas Tamsuri
Psikologi adalah masalah-masalah perilaku atau emosional yang dapat meningkatkan resiko gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa.
4.      Bilson Simamora
Psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam individu seseorang dan unsur-unsur psikologis ini meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, memori, emosi, kepercayaan, dan sikap.

Jadi, akulturasi psikologis adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan perilaku tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu perilaku asing. Perilaku asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam perilakunya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur periaku kelompok sendiri. Singkatnya terdapat perpaduan antara perilaku sendiri dengan perilaku asing, tanpa menghilangkan unsur perilaku kelompok sendiri.
Sumber:


Selasa, 23 Oktober 2012

Akulturasi dan Relasi Internakultural

                                             Nama : Eka Permatasari
                                             NPM : 19510251
                                             Kelas : 3PA05









Akulturasi
            Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsure kebudayaan kelompok itu sendiri. Menurut Koentjaraningrat (1996: 15), akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
            Sedangkan menurut Gillin & Gillin dalam bukunya “culture sociology”, memberikan definisi mengenai akulturasi sebagai proses dimana masyarakat-masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang sama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai pada pencampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu.
            Contoh: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa jawa.
           
Relasi Internakultural
            Relasi internakultural atau komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi diantara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa berbeda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya . kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
            Hamid Mowlana menyebutkan, komunikasi antarbudaya sebagai humanflow across national boundaries. Misalnya: dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai Negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.
            Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.


John. B Watson (1878-1958)
            Menurut John Watson, perilaku yang terbentuk merupakan hasil suatu pengkondisian. Hubungan berantai sederhana antara stimulus dan respon yang membentuk rangkaian kompleks perilaku, meliputi: pemikiran, motivasi, kepribadian, emosi, dan pembelajaran.
            Jadi akulturasi dan relasi internakultural saling mempengaruhi karena dengan akulturasi seseorang dapat mengetahui kebudayaan asing yang ada, sedangkan relasi internakultural merupakan komunikasi antarbudaya yang hidup di dalam masyarakat yang berbeda ras, suku, etnis,dll. Yang menjadikan budaya semakin beragam adalah karena manusia hidup dengan ditrunkannya warisan budaya dari generasi terdahulu sampai generasi selanjutnya. Dari teori psikologi sendiri hal kebudayaan berpengaruh melalui suatu proses pengkondisian dalam hal ini akulturasi dan relasi internakultural terjadi melalui proses pengkondisian yang terjadi dengan adanya stimulus dan respon yang merangkai menjadi suatu kompleks perilaku. Dengan akulturasi, seseorang belajar untuk mengkondisikan bagaimana pengaruh asing mempengaruhi kebudayaan pribumi dan relasi internakultural terjadi dengan adanya pengkondisian komunikasi antarbudaya yang membuat manusia saling berinteraksi dengan budaya yang bermacam-macam di dunia ini.


Sumber :

Rabu, 10 Oktober 2012

Transmisi Budaya


     1.     Definisi Transmisi Budaya
          Budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
          Transmisi budaya adalah cara sekelompok manusia atau hewan yang berada di dalam suatu wilayah atau budaya untuk mempelajari suatu informasi baru. Cara belajar sangat di pengaruhi oleh bagaimana budaya itu dapat disosialisasikan kepada anak kecil dan anak muda.
            Definisi lain mengenai transmisi budaya adalah kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah.

     2.     Bentuk-Bentuk Transimisi Budaya
A.    Enkulturasi
            Enkulturasi adalah proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu.
            Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana budaya ditransmisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kita mempelajari kultur (budaya), bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagaaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.

B.     Akulturasi
            Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsure kebudayaan kelompok itu sendiri.

C.     Sosialisasi
            Sosialisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.

     3.     Pengaruh Terhadap Perkembangan Psikologi Individu
A.    Pengaruh Enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
            Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

B.     Pengaruh Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
            Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure dari suatu kebudayaan asing.

C.     Pengaruh Sosialisasi terhadap perkembangan psiologi individu
            Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.

     4.     Awal Masa Perkembangan Dan Pola Kelekatan (Attachment) Pada Ibu Atau Pengasuh
            Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya mempengaruhi pola perkembangan seorang anak, jika seorang anak sedari dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh maka kelekatan antara seorang anak dan ibu tersebut kurang daripada seorang anak yang banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibu nya. Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi dan enkulturasi terjadi di masyarakat membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya.
            Psikologi individu cenderung lebih menekankan kepada bagaimana individu bertingkah laku di kehidupan sehari-hari jika kita lihat dari sudut pandang cara belajar maka tingkah laku ini sedikit banyak dipengarui oleh budaya.
            Perkembangan adalah proses hidup manusia dari dilahirkan hingga meninggal dan banyak hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan seseorang diantaranya budaya.

Sumber :

Selasa, 09 Oktober 2012

Pengertian dan Tujuan dari Psikologi Lintas Budaya


     1.     Pengertian Psikologi Lintas Budaya  
            Psikologi Lintas Budaya merupakan kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubahan psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis, serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
  •   Menurut Segall, Dasen dan Poortinga

        Psikologi Lintas Budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi.

     2.     Tujuan Psikologi Lintas Budaya
            Tujuan dari kajian psikologi lintas budaya adalah mencari persamaan dan perbedaan dalam fungsi-fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik.

     3.     Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu lainnya
·         Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Sosiologi
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa adanya hubungan antara psikologi lintas budaya dan sosiologi, dimana dalam psikologi lintas budaya tidak terlepas dari struktur sosial, proses sosial serta perubahan sosial, akan tetapi pada sosiologi yang dipelajari adalah prosesnya dan pada psikologi lintas budaya yang dibahas adalah perilaku manusia atau individunya dalam melakukan berbagai proses tersebut, sehingga kedua bidang ilmu tersebut saling berhubungan antara satu dan lainnya.
·         Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Antropologi
Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Secara garis besar antropologi dan psikologi lintas budaya hampir sama, sama-sama membahas tentang cultural, antropologi membahas cultural pada suatu masyarakat dan masyarakat itu sendiri menjadi bahan kajian dalam ilmu psikologi lintas budaya, sehingga hubungan antar keduanya sangatlah erat.
·         Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Biologi
Biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu mengenai makhluk hidup. Jelas saja biologi dan psikologi lintas budaya saling berhubungan, karena objek materialna sama yaitu manusia, namun biologi objek materialnya bukan hanya manusia yakni semua makhluk hidup yang ada, salah satunya manusia.
           
Sumber :